Wa’alaikumsalam.
Ini adalah perbedaan yang tidak seharusnya mengganggu keharmonisan umat islam. Sebab perbedaan disini berangkat dari upaya ulama dalam menetapkan awal bulan dengan ilmu yang berkenaan dengan masalah tersebut. Disini ada beberapa sebab perbedaan, diantaranya yang paling jelas ada dua sebab.
Sebab pertama :
Apakah jika bulan dilihat di satu tempat (matla’), tempat-tempat yang lainnya juga boleh mengikutinya? Dalam madzhab Syafi’i disebutkan tidak boleh, sementara menurut madzhab yang lainnya bagi negeri yang mengiringinya yang datang waktunya menyusul dari negeri terlihat hilal boleh mengikuti dalam menetapkan awal bulan.
Sebab kedua:
Bolehkah menetapkan awal bulan dengan hisab (perhitungan) ahli falak? Dalam hal ini hampir disepakati oleh ulama bahwa tidak boleh menetapkan awal bulan dengan hisab, akan tetapi ada pendapat seorang imam besar dalam madzhab Syafi’i yaitu imam Subuki, bahwa hisab bisa dijadikan sandaran disaat rukyah tidak bisa, bahkan hisab bisa didahulukan daripada rukyahnya satu orang.
Kesimpulannya, perbedaan dalam hal ini sangat mudah untuk menyelesaikannya asalkan ada keinsyafan dari kita akan pentingnya syiar kebersamaan dalam Islam. Kita serahkan saja kepada pemerintah untuk menyeragamkan masalah ini dan bagi pemerintah boleh ambil pendapat mana saja yang lebih manfaat untuk syiar dan persatuan ummat. Dan disaat pemerintah sudah menetapkan satu ketetapan jangan sampai ada yang berbeda, sebab keputusan yang di ambil pemerintah adalah untuk menghindari perbedaan sesuai yang terkukuhkan dalam kaidah dalam fiqih (hukmul hakim yarfa’ul khilaf).